JANGAN TAKUT, INI AKU

Di tengah wabah seperti ini, sangat mudah untuk tercebur dalam pusaran ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan. Seolah ancaman virus belum cukup, kita dihujani oleh berbagai prediksi resesi dan krisis ekonomi yang menanti. Muncul teori konspirasi negara-negara yang konon katanya adalah dalang yang memanipulasi virus. Ada juga post-post mengenai datangnya akhir zaman dari orang yang mengaku “gifted”.  Kenapa ya Tuhan membiarkan penderitaan ini terjadi? Apakah akhir zaman sungguh sudah dekat? Di mana Tuhan ketika kita sedang menderita seperti ini?

Tuhan dan Kejahatan

Mungkin banyak dari kita yang protes,”Kalau Tuhan baik, kenapa wabah ini diziinkan terjadi? Pertanyaan ini identik dengan permenungan mengapa Tuhan tidak menciptakan dunia yang bebas dari kejahatan (KGK 310). Untuk memahami ini, kita harus sadar bahwa seluruh ciptaan berada dalam perjalanan menuju kepenuhan kesempurnaan. Kita dan dunia masih berproses. Di tengah perjalanan ini, kadang kita menyalah gunakan kehendak bebas yang dianugerahkan Allah dan memilih jalan yang berlawanan dengan Allah. Jadi, kejahatan dan penderitaan bukanlah rencana Allah, melainkan konsekuensi pilihan-pilihan yang berlawanan dengan kehendak Allah (KGK 311).

Lha, terus Allah kok tidak mencegah manusia melakukan hal yang Ia tahu bakal membawa penderitaan?? St. Paulus berkata bahwa,”Kita tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihiNya” (Rm 8.28). Ini adalah bukti bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita dalam keadaan sulit. Bahkan, Ia bisa menggunakan setiap kejahatan (yang bukan bagian dari rencanaNya) untuk mendatangkan kebaikan yang Ia selalu inginkan bagi seluruh manusia, baik maupun jahat (Mat 5.45). Penebusan Kristus, Kitab Suci, dan hidup Santo-Santa membuktikan hal ini. Begitu juga dengan hidup orang-orang di sekeliling kita yang mungkin berbalik dari cara hidup yang jahat dan bertobat. Seringkali, bukti bahwa Tuhan berkarya dalam hidup manusia seperti ini tidak kita hiraukan dan lebih terfokus pada keburukan yang ada.

Derita dan Pertobatan

Lantas, kebaikan macam apa yang mungkin dibawa pandemi virus ini? Kita tentu sudah sering melihat renungan orang-orang tentang pesan Allah di balik penderitaan kita sekarang. St. Yohanes Paulus II percaya bahwa penderitaan bermaksud memimpin kita pada pertobatan (Salvifici Doloris 12).

Masa Prapaskah dan Paskah kita dengan tepat berada di tengah masa pandemi ini. Kita seolah “dipaksa” tidak bisa menghadiri Misa secara fisik dan tidak bisa menerima komuni. Tahu kan, biasanya yang tidak bisa menerima komuni adalah mereka yang dalam keadaan berdosa berat? Mungkin ini peringatan dari Allah bahwa kita selama ini belum benar-benar berusaha melayakkan diri di hadapan Allah.

Tidakkah di masa isolasi ini kita diberi kesempatan untuk mendekatkan diri pada keluarga dan memperhatikan sesama kita? Tidakkah pekerjaan dan keuangan kita dihambat untuk merendahkan hati kita yang merasa hebat dengan kemampuan dan keuangan kita? Tidakkah Tuhan menunjukkan betapa munafiknya kita karena perbedaan sikap kita dalam ibadah dengan hidup keseharian? atau betapa kita menyia-nyiakan setiap kesempatan menghadiri Misa? Banyak poin hidup yang bisa kita perbaiki bila kita merenungkannya, dan saat ini kita punya banyak waktu untuk merenung.

Akhir Zaman dan Ramalan

Lalu bagaimana menyikapi setiap kabar mengenai akhir zaman? Gereja Katolik memang mengakui akan ada akhir zaman (KGK 1038-1041), tapi Kitab Suci sebenarnya sudah berulang kali menegaskan bahwa tidak ada orang yang tahu mengenai akhir zaman (Mt 24.36; Kis 1.7; 1 Tes 5.2; Why 3.3).

Kita harus tahu bahwa ini bukan pertama kalinya muncul seruan mengenai akhir zaman. Sudah banyak ramalan kiamat bermunculan (seringkali dihubungkan dengan ayat Kitab Suci) dan ternyata meleset. Lagipula, apa perlunya mengetahui akhir zaman? “Penting dong tahu, kan kita bisa siap-siap dulu,” kata beberapa orang. Pertanyaannya adalah apakah misalnya tanda-tanda itu belum muncul, kita juga tidak akan bersiap-siap? Apakah pertobatan kita hanya akan dimulai ketika akhir zaman tampaknya akan datang? Lalu ketika ternyata belum tiba saatnya akhir zaman, kita akan kembali ke gaya hidup yang lalu?

Menurut salah satu kisah, ada orang yang bertanya pada St. Fransiskus Asisi, “Apa yang akan kamu lakukan kalau besok kiamat?” Waktu itu, ia sedang mencabut alang-alang di kebunnya. Ia menjawab, “Aku akan menyelesaikan mencabut alang-alang ini dari kebunku.” Ini adalah jawaban seseorang yang selalu berusaha melayani Tuhan, sehingga tidak takut menghadapi akhir dunia. Mungkin kita merasa segala kabar mengenai akhir zaman itu mendorong kita untuk bertobat, which is good. Tapi, marilah kita memperbaiki posisi batin supaya kita tidak bertobat hanya karena takut tidak selamat atau takut menderita. Sebaliknya, mari kita pakai momen ini untuk menjadi pribadi baru yang lebih baik sebagai bukti cinta kita pada Tuhan (KGK 1041). Dengan begitu, kita bisa siap sedia dan berjaga-jaga (Mk 13.37) seperti St. Fransiskus Asisi.

Ini Aku

Kita seperti murid-murid yang terombang-ambing di danau (Mat 14.22-33). Di beberapa bulan mendatang, kita mungkin akan mengalami penderitaan dan cobaan, tapi percayalah bahwa Tuhan selalu mendatangkan kebaikan di balik setiap penderitaan. Memang sejenak kita harus mengalami keadaan sulit, supaya keadaan ini memurnikan iman kita (1 Pet 1.3-9). Pada akhirnya, kita akan mendengar Tuhan berkata,”Jangan takut, ini Aku,” dan mampu melalui semuanya dalam Tuhan. Kita tidak akan terpisah dari kasih Allah, apapun yang terjadi dalam hidup kita, entah itu segala virus dan penyakit, konspirasi dan akhir zaman, serta kematian dan penderitaan (Rm 8.38-39). Sumber: https://katolisitas.org/